Memprediksi Kapan Kita Akan Mati, Bisakah?
Memprediksi Kapan Kita Akan Mati, Bisakah?
Lalat betina, berapapun usianya mengalami penurunan drastis terkait kesuburan mereka dua pekan sebelum kematian.
Pendapat umum mengatakan kematian adalah rahasia Tuhan. Namun sejumlah peneliti mempunyai pendapat berbeda setelah melakukan eksperimen untuk mengungkap fase terpenting kehidupan ini dengan melakukan eksperimen terhadap lalat buah. Para peneliti beranggapan, apa yang terjadi pada kehidupan lalat itu juga bisa terjadi pada manusia.
Hingga kini pakar biologi beranggapan hanya ada dua fase fundamental dalam makluk hidup, yaitu masa kecil dan masa dewasa. Masa kecil ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan pesat, sebuah tahap sebelum kita dewasa secara seksual. Dalam fase ini, potensi kematian secara konstan berada pada posisi paling rendah.
Nah, pada masa dewasa pertanda dimulai ketika mencapai kedewasaan secara seksual. Potensi kematian juga rendah ketika kita memulai kehidupan dewasa - ini ketika kita berada dalam tahap paling prima dan punya kemungkinan besar memiliki anak. Tetapi selagi waktu berjalan, tubuh kita mulai menua dan menurun. Setiap tahun berganti, potensi kematian meningkat - awalnya lamban, tetapi menjadi lebih cepat dan cepat ketika kita bertambah tua dan tua.
Apa yang membedakan masa akhir dengan masa dewasa adalah pola unik kematian. Laju naik kematian dari tahun ke tahun adalah fitur di masa dewasa yang tidak berlaku di masa akhir. Saat orang berusia 60 tahun memiliki potensi kematian lebih besar dari orang berusia 50 tahun, orang berumur 90 tahun tetap memiliki potensi mati yang sama dengan orang berusia 100 tahun. "Laju potensi kematian berhenti dan Anda akan melihat garis yang stabil," kata Laurence Muellerat dari University of California di Irvine seperti dilansir BBC.
Alasan persis mengapa tingkat kematian ini menjadi datar masih diperdebatkan hingga hari ini - tidak ada penjelasan tunggal yang disepakati. Untuk menjelaskan masalahnya, Mueller dan koleganya, Michael Rose, mulai melihat apakah tanda-tanda fungsi biologis selain laju kematian juga berhenti di masa akhir kehidupan. "Kami bertanya-tanya apakah reproduksi atau kesuburan perempuan mengikuti pola yang sama," katanya.
Mereka mulai meneliti masalah itu dalam populasi lalat buah Drosophila. “Kami mengambil 2.828 betina dan meletakannya masing-masing dalam botol kecil bersama dua lalat jantan," kata Mueller. "Setiap hari kami pindah setiap perempuan ke botol baru dan menghitung berapa banyak telur yang telah mereka tinggalkan. Dan, kami terus melakukan hal ini sampai mereka semua mati."
Lalat umumnya memiliki masa hidup selama beberapa pekan. "Ini adalah eksperimen besar," kata Mueller. Dia mengakui bahwa ini juga menjemukan: memindahkan begitu banyak lalat tiap hari - dan menghitung jumlah telur-telur kecil mereka - bisa membuat Anda cepat lelah. Mahasiswa pascasarjana Rose, Casandra Rauser, dan lusinan mahasiswa sarjana lain mengambil alih tugas itu.
Dan, setelah segala upaya, hasil awalnya tampak mengecewakan. Kesuburan tampaknya tidak secara jelas berhenti ketika lalat memasuki 'masa akhir'.
Bahkan, ketika para peneliti melihat seksama data, mereka melihat sesuatu yang sama sekali lain telah terjadi. "Saya menyadari jika saya memisahkan betina yang dekat dengan waktu kematian, dan membandingkannya dengan betina lain yang usianya sama yang saya ketahui dari dataset masih memiliki beberapa pekan lagi sebelum mati, ada perbedaan dalam tingkat kesuburannya," kata Mueller.
Sederhananya, laju kesuburan lalat - jumlah telur yang dia hasilkan perhari - anjlok dua minggu sebelum dia mati.
Bahkan lebih luar biasa, penurunan kesuburan ini terjadi tidak tergantung pada usia berapa lalat tersebut pada saat kematian. Jika lalat berusia 60 hari sedang mendekati kematian tingkat kesuburannya menurun drastis - tapi begitu pula tingkat kesuburan lalat yang baru berusia 15 hari yang kebetulan akan mati muda.
Ini adalah fitur universal kehidupan, fase keempat baru yang berbeda baik dari masa kecil, dewasa atau akhir kehidupan. Mueller dan Rose menyebutnya "spiral kematian".
Itu pada tahun 2007; di tahun-tahun berikutnya mereka mencari lebih banyak bukti soal spiral kematian ini. Pada tahun 2012, misalnya, mereka menemukan bahwa lalat buah jantan mengalami penurunan kesuburan yang sama di hari-hari menjelang kematian. Pengumpulan data berulang ketika itu diambil oleh mahasiswa pascasarjana Parvin Shahrestani.
"Selagi lalat jantan menua, kemampuannya untuk membuahi betina semakin buruk dan buruk," kata Mueller. "Tapi ketika laki-laki akan mati - apakah berusia muda, setengah baya atau tua- kemampuan mereka untuk mereproduksi jauh lebih rendah dari pejantan pada usia yang sama yang akan hidup beberapa pekan lagi."
Baru-baru ini, pada 2016, Mueller dan Rose mengambil data dari serangkaian percobaan tentang umur panjang dan kesuburan lalat buah yang telah dilakukan oleh para peneliti yang bekerja secara independen di empat laboratorium berbeda. Sekali lagi, dataset gabungan mengungkapkan kehadiran spiral kematian, kata Mueller.
Lalat betina, berapapun usianya, mengalami penurunan drastis terkait kesuburan mereka pada dua pekan sebelum kematian.
Dua peneliti ini dan kolega mereka bahkan menemukan bahwa mungkin saja, dalam tingkat yang terbatas, untuk memprediksi hari apa lalat akan mati dengan melihat seberapa subur lalat itu dalam tiga hari sebelumnya - dan mengabaikan data lain termasuk usia lalat. "Kami memprediksi sekitar 80% kematian dengan tepat," kata Mueller.
Rose dan Mueller tidaklah sendiri dalam upaya menyelidiki kaitan kesuburan dan kematian. James Curtsinger di University of Minnesota telah melakukan eksperimennya sendiri terhadap penuaan dan kematian lalat buah - yang baru-baru ini didiskusikan dalam makalah 2016 - dan penelitiannya juga mengungkap penurunan kesuburan dalam periose sebelum kematian, sejalan dengan temuan Mueller dan Rose.
Secara signifikan, Curtsinger juga menemukan bahwa penurunan kesuburan jelang kematian tidak tergantung pada usia: lalat yang relatif muda dan lalat tua keduanya mengikuti pola yang sama.
Tapi, penelitian Curtsinger memiliki perbedaan dari Mueller dan Rose dalam beberapa hal penting. Untuk satu hal, dia tidak berpikir pengamatan ini adalah bukti dari fase keempat yang berbeda dan universal dalam kehidupan - dia tidak yakin bahwa manusia atau spesies lain yang secara biologis berbeda dari lalat buah akan mengalami penurunan kesuburan yang sama.
Dia juga menganggap istilah "spiral kematian" tidak jelas dan ambigu. Dia membuat terminologi sendiri yang menurutnya akan lebih berguna bagi pada ahli biologi.
"Ketika saya berusia 20-an penelitan saya berfokus pada rasio jenis kelamin, pada usia 40-an saya mulai meneliti ilmu penuaan - sekarang saya berusia 65 tahun, saya meneliti konsep biologis baru yang saya sebut masa pensiun," katanya.
"Masa pensiun" mudah diketahui pada lalat betina dan menjadi alat yang jauh lebih berharga bagi para peneliti, kata Curtsinger. Ini dimulai pada hari di mana seekor lalat betina gagal menghasilkan satu telur pun.
Untuk memahami pentingnya "hari tanpa telur" kita perlu memahami dulu sedikit tentang lalat buah betina. "Lalat ini punya panjang 2,5mm, dan telurnya punya panjang 0,55mm," kata Curtsinger. "Seekor betina bisa menghasilkan 1.200 telur sepanjang hidupnya - itu sekitar setengah meter telur jika dijajarkan."
Dengan kata lain, lalat buah betina adalah mesin petelur. Itu hampir satu-satunya hal yang ada dipikiran mereka. Jika seekor lalat selama seharian penuh tidak bertelur - bahkan jika keesokan harinya dia bisa bertelur seperti biasa - itu menjadi indikasi yang bagus bahwa ada sesuatu yang salah.
Curtsinger membandingkannya dengan mobil yang berjalan dengan bahan bakar yang sedikit. Mobil itu mungkin mulai 'terbatuk-batuk' beberapa mil sebelum mesinnya mati, tapi 'batuk' pertama sudah bisa memberitahu pengemudi bahwa situasi telah menjadi kritis.
Kerja Curtsinger juga mengungkapkan sesuatu yang lain yang tidak diperoleh oleh Mueller dan Rose.
Pada saat akhir fase pensiun, ketika tingkat kesuburan rendah dan ajal sudah dekat, ia menyadari bahwa lalatnya mengalami laju potensi kematian yang datar seperti yang diasosiasikan dengan tahap 'masa akhir.' "Itu pengamatan baru," katanya. "Laju potensi kematian yang datar bukan hanya fitur usia tua, mereka dapat terjadi pada usia pertengahan atau pada usia muda juga."
Pandangan konsensus saat ini adalah laju kematian yang datar ini terhubung dengan usia - tapi Curtsinger berpikir penelitian terbarunya menunjukkan bahwa - seperti kematian itu sendiri - laju itu mungkin benar-benar terkait dengan kesuburan. Ini adalah pengamatan yang mungkin memicu ahli biologi untuk memikirkan kembali teori penuaan mereka.
Meskipun begitu, ada satu hal yang masih menjadi teka-teki bagi Curtsinger. Mengapa terdapat kaitan kuat antara kesuburan dan kematian? "Kami tidak memiliki penjelasan," katanya.
Namun, James Careyat dari University of California di Davis berpikir itu mungkin hanya mencerminkan gagasan yang umum dipahami bahwa reproduksi mendatangkan kerugian pada orang tua - terutama ibu. Perempuan bisa memiliki kesehatan gigi yang buruk, misalnya, sebagai konsekuensi dari memiliki banyak anak.
Dan lebih dari satu dekade lalu, Carey dan koleganya menunjukan bahwa dengan memodifikasi sistem reproduksi tikus mereka juga bisa mengubah panjang usianya. Mereka mengoperasi tikus betina tua dan mengganti ovarium tuanya dengan organ yang sama milik tikus yang lebih muda - tikus tua lantas hidup lebih lama dibanding yang diperkirakan setelah operasi.
"Ada sejumlah pertanda bahwa tikus yang menerima ovarium baru memiliki jantung yang lebih sehat dengan lebih sedikit masalah jantung dibandingkan tikus yang tidak menerima ovarium baru," katanya.
Curtsinger mungkin tidak yakin kalau manusia juga menempuh 'masa pensiun' versinya sebelum mati, tetapi Muller berpikir ada bukti bahwa manusia yang mati secara natural akan mengalami 'spiral kematian'. "Ada studi bagus yang mungkin relevan dengan ide itu melibatkan sebuah panti jompo di Denmark," katanya.
Peneliti menempatkan sekelompok relawan berusia 90-99 tahun dalam serangkaian tes untuk menilai kekuatan, koordinasi, dan ketajaman mental mereka. Beberapa tahun kemudian mereka kembali ke panti tersebut untuk melihat sukarelawan mana yang telah meninggal dan yang masih hidup.
"Orang-orang yang telah meninggal pada umumnya orang-orang yang mendapatkan hasil tes yang buruk," kata Mueller. "Ada penurunan kemampuan fisiologis ketika manusia hampir mati."
Hal yang paling menarik baginya adalah gagasan bahwa riset lalat buah mungkin bisa mengungkapkan strategi untuk mencegah siklus kematian, sehingga dimulai beberapa hari sebelum kematian bukan beberapa minggu.
Harapannya adalah bahwa riset tersebut bisa memberikan petunjuk baru untuk mencegah manusia melalui masa kemunduran fisiologis yang panjang dan lambat sebelum kematiannya. (BBC)
Post a Comment